Dulu kuliah di mana?

Dalam sehari-hari seringkali kita bertanya tentang latar belakang seseorang dari sekolahnya.
'Dulu kuliah di mana?'
Pertanyaan itu bisa sekedar basa-basi atau memang beneran ingin tahu latar belakang pendidikan orang yang baru kita kenal.

Umumnya dengan mengetahui seseorang yang merupakan alumnus sekolah A otomatis dia bisa dibilang cerdas, atau sekolah B bisa ketahuan dia berasal dari keluarga 'berada'.

Stereotype ini tetap bergulir hingga kini, meskipun banyak juga orang yang menganggap bahwa terkadang stereotype ini terasa konyol dan tidak selamanya benar.

Akhir-akhir ini sempat menghangat ketika media meliput tentang menjamurnya sekolah berstandar internasional, yang menurut LSM dengan masih banyak warga kesulitan mendapatkan pendidikan yang baik, menjamurnya sekolah ini sebetulnya secara tidak langsung pemerintah telah 'mendiskriminasikan' pendidikan yang bermutu hanya diperuntukkan oleh warga yang mampu membayar tinggi, mengingat sekolah bertaraf/berstandar internasional ini masih mendapat subsidi dari pemerintah juga, yang jumlahnya lebih besar dibanding sekolah negeri 'biasa'.

Saya masih ingat, ketika meminta pendapat seorang pendidik senior tentang bagaimana kita memilih sekolah untuk anak kita. Beliau mengatakan bahwa bila mampu, pilihlah sekolah yang baik/bagus yang notabene bayarannya mahal. Karena secara tidak langsung kita membeli lingkungan sekolah itu. Lingkungan yang baik akan membentuk anak kita menjadi baik pula.

Dalam hal ini saya setuju dengan pendapat beliau, tetapi sebagai orang tua kewajiban kita juga harus bisa menciptakan lingkungan yang positif di rumah. Karena banyak anak-anak berprestasi secara akademik tapi melempem secara emosi, hal ini tidak jarang akan sangat mempengaruhi perkembangan prestasi si anak tersebut di kemudian hari.

Di sisi lain, saya mendapat masukan yang tidak kalah menarik dari seorang pendidik Home Schooling sukses. Bahwa kita sebagai orangtua memegang peranan lebih penting untuk mengetahui kemampuan si anak, tidak cukup dengan menyekolahkan si anak ke sekolah ternama atau terbaik dan yang sudah terbukti telah mencetak orang-orang sukses saat ini.

Sekolah terfavorit atau terbaik ini biasanya memiliki kompetisi yang sangat ketat, dan seringkali kita sebagai orangtua lupa tidak semua anak memiliki daya berkompetisi yang sama. Seorang anak bisa berprestasi baik apabila dia tidak mengalami tekanan kompetisi disekitarnya, jadi bisa dibayangkan apa jadinya bila anak itu berada di sekolah terbaik/terfavorit ini? Si anak stress dengan lingkungan seperti ini, dan akhirnya anak cerdas inipun melempem prestasinya.

Kita juga harus ingat bahwa arti "baik atau terbaik" inipun sifatnya relatif bahkan seringkali subjektif.

Kembali ke stereotype ini, yang menakibatkan tidak sedikit anak-anak yang bersekolah di sekolahan baik/ternama ini malah menjadi anak yang arogan karena memiliki label siswa sekolah baik/ternama!

Betul! Tidak dipungkiri siapapun yang dulunya pernah jadi murid di sekolah ternama akan mendapatkan keuntungan sebagai alumnus dalam perjalanan karirnya.

Perlu juga diingat perjalanan & pengalaman hidup seseorang yang tersusun dalam daftar riwayat hidup akan memegang peranan yang lebih penting dari nama almamater itu sendiri.

Memang benar, sekolah ternama akan memberikan kelebihan yaitu dikenali terlebih dahulu, tapi selanjutnya yang lebih penting tentu tergantung pada bagaimana orang tersebut bereaksi serta berkontribusi terhadap lingkungannya.

Comments

Popular Posts