COVID-19 di Singapura

Pagi ini baca berita di whatsapp dari Kementrian Kesehatan (MOH) Singapura mengenai perkembangan COVID-19. Update per tanggal 12 Februari 2020. 


Ada tiga kasus baru yang positif.
Enam orang boleh pulang dari rumah sakit. Total yang sudah dinyatakan sembuh ada 15 orang.
Jumlah yang positif 50 orang
Jumlah yang dinyatakan negatif 638 orang
Masih menunggu hasil test sebanyak 125
Sebagian besar yang positif dalam kondisi stabil dan memperlihatkan kemajuan untuk dinyatakan sembuh. Delapan orang dalam kondisi kristis dirawat di ruang ICU.
Untuk informasi lebih lengkap di Gov.sg

Setiap saat Kementrian Kesehatan akan melakukan update seperti informasi di atas. Selain melalui laman diatas. Warga juga bisa subscribe informasi COVID-19 melalui platform whatsapp. Ini sangat membantu dalam menepis hoax.

COVID-19 merupakan nama yang diberikan oleh WHO terhadap virus Corona yang pertama kali muncul di kota Wuhan ibu kota provinsi Hubei. Selain dikenal sebagai virus Corona, banyak juga yang menyebutnya Wuhan Virus. 

Beberapa hari yang lalu WHO memberi nama baru agar tidak melekatkan nama daerah atau suku tertentu pada nama virus yang sedang mewabah. Hal ini mengingatkan saya akan penyebutan penyakit HFMD (Hand Foot Mouth Disease) dengan nama Flu Singapura. Tidak ada protes dari pihak manapun. Padahal melekatkan dengan nama kota. Terlebih jenis penyakit ini bisa terjadi di mana aja karena penularan yang sangat cepat.  

HFMD sempat mewabah di Singapura karena banyaknya Child Care. Di penitipan anak ini melalui cairan yang keluar dari mulut (bersin, batuk), hidung (mucus) sangat memungkinkan terjadi penularan yang sangat cepat . Cairan tersebut terjatuh pada mainan, kursi ataupun meja di mana anak-anak beraktivitas lama. 

Kembali ke COVID-19.  Karena korban yang dinyatakan positif di Singapura cukup banyak, ditambah dengan kabar-kabar yang kurang akurat beredar di media sosial. Baik teman maupun keluarga menyarankan saya untuk mengungsi pulang ke kampung halaman.  

Lah, terus bagaimana anak-anak? Mereka masih sekolah seperti biasanya. Saya meluruskan bahwa kegiatan sekolah tidak ada perubahan. Berita di tanah air yang menyatakan pemerintah Singapura meliburkan sekolah untuk sementara sampai bulan Maret adalah tidak benar. 

Setelah pemerintah menaikan level dari Kuning menjadi Orange, perubahan yang terjadi adalah meniadakan kegiatan field trip dan beberapa ekstra kurikuler. Lalu pemeriksaan suhu badan diadakan dua kali dalam sehari. Sebelum mulai belajar dan diakhir jam pelajaran. Setiap anak diwajibkan membawa thermometer ke sekolah. Hal ini sudah diwajibkan  sejak mewabahnya SARS dan HFMD untuk mengecek suhu badan sebelum jam pelajaran pertama. Bila suhu badan di atas normal, siswa diperbolehkan pulang untuk beristirahat. 

Dari awal terdeteksinya COVID-19 di Singapura, sedikit susah untuk mendapatkan masker. Pemerintah langsung mengambil tindakan, Kementrian Perdagangan dan Industri (MTI) mengirimkan peringatan kepada para retailer baik toko-toko maupun ecommerce. Hukuman yang diberikan kepada mereka yang menaikan harga masker adalah denda sebesar 2,000 dollar atau kurungan selama dua tahun. 


Pemerintah juga hanya menyarankan kepada warga yang sedang tidak sehat atau baru sembuh dari sakit untuk memakai masker. Bagi yang sehat tidak disarankan. Setiap satu keluarga akan mendapatkan empat lembar masker untuk persediaan apabila anggota keluarga ada yang sakit.

Pemberian masker ini berlanjut. Para sopir taksi baik yang resmi maupun taksi online akan dibekali masker untuk diberikan kepada penumpang yang kurang sehat. Pemeriksaan suhu badan juga disediakan di beberapa tempat untuk para sopir taksi ini, agar saat bertugas tidak merasa was-was. 

Mengingat turunnya jumlah pengguna taksi. Terhitung Jumat 14 Februari besok, pemerintah dan perusahan taksi memberikan dukungan kepada pengemudi taksi berupa santunan sebesar 20 dollar perhari selama tiga bulan. Jumlah pengemudi taksi ada 40.000 orang. Total dana yang disediakan dari pemerintah dan perusahaan taksi sebesar 77 juta dollar. 

Perusahaan-perusahaan besar di Singapura juga sudah melakukan tindakan pencegahan dengan membagi karyawan kedalam beberapa group. Lalu bekerja di tempat yang berbeda-beda.  Bagi tenaga IT diperbolehkan bekerja di rumah. Dengan demikian bila ada yang positif terkena virus lebih mudah untuk menangani karena kelompoknya lebih kecil. Pencegahan seperti ini tidak saja membuat para karyawan menjadi nyaman. Pelayanan terhadap pelangganpun tetap terjaga baik. 

Pencegahan, penanganan dini dan rasa kebersamaan ini semoga mampu menguatkan kami warga yang tinggal di Negara Kota kecil yang hanya memiliki populasi lima juta. Semoga COVID-15 segera berakhir. Kehidupan kembali normal. Aamin.

Comments

Post a Comment

Popular Posts