Iman, Bukan Sekedar Pecaya

Mengikat makna buku Mengubah Takdir karya Agus Mustofa. Topik: Takdir, Bukan Sekedar Percaya


Beriman kepada takdir bukan hanya percaya begitu saja tanpa memahami maksudnya. Menurut penulis beriman adalah meyakini dengan berdasarkan pada kepahaman yang bertumpu pada akal. Tetapi masih banyak muslim yang beriman dengan cara percaya saja tidak mengerti apa itu takdir. Jadi terasa lucu bila kita percaya pada sesuatu yang kita tidak paham tentang nya. Kenapa dan untuk apa?

Allah mengkritik orang-orang yang beragama karena sekedar ikut-ikutan tidak memahami. Seperti yang tertuang dalam QS Al Isra:36 Dan jangan kamu mengikuti apa yang kau tiadk mempunnyai pengetahuan tentangnya.  Sehungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Allah menegaskan bahwa orang-orang yang beriman adalah oran yang menggunakan akal. bukan yang sekedar percaya. Seperti yang firmanNya dala QS Yunus:100: Dan tidak ada seorangpun beriman kecuali atas ijin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada oran-orang yang tidak mempergunakan akalnya.

Jelas dalam ayat tersebut diatas orang-orang yang tidak menggunakan akalnya dalam mencari keimanan, dia tidak akan pernah bisa menemukan keimanan yang sesungguhnya. 

Beriman adalah sebuah proses keyakinan secara aqli. Menggunakan potensi kecerdasan seperti yang Allah ajarkan kepada nabi Ibrahim AS. Tidak boleh sekedar ikut-kutan dan menggunakan dugaan-dugaan yang tidak berdasar.  Karena prasangka tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran, banyak salahnya.

Demikian juga dengan takdir, harus paham tentang takdir lalu meyakininya.  Takdir sebagai Rukun Iman mengandung arti justru kita harus menggalinya sebagai kepahaman.  Bukan malah tidak boleh atau tidak berani mempelajarinya dan kemudian cukup percaya saja.

Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah? Al-Kahfi:15.

Allah mendorong kita untuk bisa memberikan bukti secara argmentatif terhadap keyakinan kita.  Bukan dogmatis, bukan doktrin.  Ketika kita mengatakan beriman kepada Allah, sebenarnya kita harus sudah yakin bahwa Allah itu ada.  Allah itu Berkuasa. Allah itu Maha Berkehendak. Allah Mengendalikan segala peristiwa di alam semesta. Dan lebih jauh kita bisa memberikan bukti-bukti secara argumentatif ilmiah. Empiris. Jika tidak, maka sesungguhnya level kita bukanlah beriman, tapi sekedar percaya.

Bagi yang mengaku beriman yang tidak menindalnjuti keimanannya, berarti dia tidak benar-benar yakin akan Allah dengan segala konsekuensi dan sifat-sifat keagunganNya.

Orang yang beriman tahu membuktikannya.  Tahu alasannya kenapa mesti beriman. Tahu konsekuensi logisnya jika tidak menjalankan dalam kehidupannya. Dia  sukarela menjalankan keimanannya karena tahu bahwa keimanan itu akan membawanya pada kesuksesan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Demikian juga keimanan kepada malaikat, para rasul, kitab-kitab suci, kiamat.  Semua harus bertumpu pada pemahaman empiris dan argumentatif. Tidak sekedar ikut-ikutan.📘 



Memenuhi KPI poin 2,3 & 4
#tantangan30hari
#kelaskepompong
#bundacekatan
#institutibuprofesional
#day17








Comments

Popular Posts