Dag dig dug Karena Swab Test



Meskipun sudah berada di pertengahan tahun, cuaca di Singapura masih sering hujannya dibanding panas. Ini yang membuat alerginya si sulung kumat. Selain bersin-bersin saya mendengar suara dia juga mulai bindeng. Meskipun stamina masih tetap segar, karena pandemi COVID19 belum usai maka dia memutuskan untuk tidak sekolah. Saya pun langsung membuat e-appointment klinik keluraga, selain butuh obat juga Surat Keterangan Sakit dari dokter untuk diberikan ke guru di sekolah.

Diagnosanya memang pilek karena alergi. Tapi dokter tetap melakukan protokol yang dianjurkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu PCR - swab test. Karena si kaka tidak masuk kategori  suspect, jadi hasil swab test baru bisa diterima dalam dua atau tiga hari kemudian.

Mendengar kata swab test, kami berdua saling pandang. Oh no! Membayangkan alat test yang seperti korek kuping tapi panjangnya kurang lebih sejengkal tangan dewasa, harus masuk ke hidung. Saya membesarkan hati si kaka "Kamu bisa lalui ini ka, percaya sama dokter Tay. Pelan-pelan gak sakit, ya kan dok?" Kalimat yang sebetulnya lebih menghibur diri saya sendiri.

Alhamdulillah, karena disubsidi pemerintah. Kami hanya membayar $10 atau setara dengan Seratus Ribu Rupiah untuk biaya swab test, obat alergi serta biaya konsultasi dokter. Biasanya kalau alergi sedang kumat begitu biaya yang dikenakan sekitar 38 - 45 dolar.

Pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah ini memang tepat dan bagus untuk menghindari sekolah menjadi cluster.  Penularan virus yang begitu cepat di sekolah akan sulit ditangani dan bisa mengakibatkan meningkatkan kembali jumlah pasien COVID19. Padahal ini baru masuk bulan kedua setelah Circuit Breaker atau PSBB berakhir.

Selama hasil test belum diterima, si kaka harus mengisolasi diri. Peralatan makan harus dipisah, kalau memungkinkan kamar mandi juga terpisah. Bila masih menggunakan kamar mandi bersama, harus memastikan semua peralatan yang dia pakai dibersihkan agar aman untuk yang lain. Aturan sederhana tapi menjalankannya cukup ribet juga. Mengantarkan makanan dan minuman ke kamar, memastikan peralatan makan dan minum tidak tercampur dan banyak hal lain lagi.

Dua belas jam berlalu terasa lama, pikiran juga terpengaruh. Saya tahu anak-anak memang punya alergi. Nggak aneh kalau pagi-pagi mereka bersin atau meler seperti orang sakit pilek. Tapi protokol pencegahan COVID19 ini malah mengingatkan saya dengan Orang Tanpa Gejala. 

Bagaimana kalau si kaka ternyata salah satunya, atau mungkin salah satu di antara kita berempat ini. Bila hasil swab test  ternyata positif tentu kami bertiga harus menjalani hal yang sama. Lalu dari perkembangan kondisi, apakah kami cukup mengisolasi diri di rumah atau harus masuk ke community facilities bersatu dengan ribuan pasien yang memang dalam pengawasan tim gugus tugas.

Per hari ini, dari total kasus 45.613 orang. Jumlah kasus yang masih aktif adalah 3.807, dirawat di rumah sakit sebanyak 203 termasuk satu orang di ICU. Sisanya 3.604 orang berada di community facilities.

Pikiran Orang Tanpa Gejala ini sempat bikin deg-degan. Perasaan takut swab test lebih kuat daripada takut terjangkit COVID19. Sama jarum suntik saja takut apalagi membayangkan alat test masuk ke lubang hidung sampai ke tenggorokan. Ya Allah. Aku gak takut Corona, aku takut menjalani test PCR

Eh, ngomong-ngomong kenapa tetiba hilang rasa khawatir terjangkit virus yang sedang mewabah ini?

Ternyata dengan semakin banyak mengetahui karakteristik si virus membantu saya lebih waras. Sugesti saya memberikan signal positif sehingga menghapus rasa was-was. Selain penularan yang sangat cepat, virus ini hanya mematikan bagi orang yang memiliki riwayat penyakit lain. Bagi yang orang yang mempunyai stamina dan imun tubuh bagus tidaklah berbahaya. Tidak kalah penting peran pemerintah dalam menangani pandemi ini juga memberikan rasa nyaman dan percaya. Selama ini saya dan keluarga mengikuti aturan yang ada. Tidak keluar rumah kalau tidak perlu. Menggunakan masker dan membawa hand sanitiser bila harus keluar.

Tetap menjaga kewarasan diri dan mengikuti aturan yang berlaku adalah modal kuat untuk bebas dari rasa takut tertular atau terjangkit selama masa pandemi ini. Tidak takut bukan berarti mengurangi kewaspadaan. 

Alhamdulillah, karena rasa takut swab test ternyata ada positifnya. Sadar tidak takut terjangkit. Apalagi dua hari kemudian mendapat konfirmasi bahwa hasil test si kaka negatif. 




Comments

Popular Posts