Melihat Potensi Anak dalam Seni Musik


Masih berkegiatan bersama dalam Online Talents Club for Children. Tema aktivitas pekan kelima adalah My Melody. Anak-anak diminta untuk bernyanyi atau memainkan alat musik yang ada di rumah. Buat saya ini seru banget, sempat mikir journalnya akan cenderung seperti curhat kayanya. Karena kalau bicara tentang musik, saya adalah pecinta musik. Sampai di dapurpun ada radio. Biar saat asik berkegiatan bisa tetap dengar musik sekaligus update berita terkini. Senang mendengarkan musik bukan berarti pintar memainkan musik. Nah ini saya banget, jangan suruh saya bernyanyi, selain suara saya yang cempreng, saya juga buta nada, ampyuuun.

Berbeda dengan suami yang suka musik dan suka bernyanyi. Makanya kalau kumpul-kumpul sama teman atau keluarga suka ada acara karaoke. Suara suami emang di atas rata-rata, merduuu. Bukan menurut saya sebagai istrinya tapi teman-teman dan keluarga berpendapat demikian. Persamaannya dengan saya suami juga tidak bisa memainkan alat musik.

Keluarga ipar semua pintar nyanyi. Sementara dari pihak keluarga saya, hanya kaka sulung yang pintar memainkan segala jenis alat musik dan juga bernyanyi. Kaka perempuan saya dan mama juga enak suaranya kalau bernyanyi. 

Lalu bagaimana dengan anak-anak? Harapannya sih ya diambil yang baik-baiknya aja. Bersuara merdu seperti ayahnya dan pintar memainkan alat musik seperti pakdhenya. Boleh dong berharap ya. Dari sinilah saya dan suami memberikan les piano sama kaka Sp, si sulung. Mengenalkan alat musik dari awal, siapa tahu ada yang nurun bakat dari suami atau dari keluarga saya. Kita berdua kompak sekedar mengenalkan alat musik. Terserah dia nantinya apakah tertarik atau tidak. Selain piano suami juga membelikan alat musik lain, ukulele.

Sophie masih berumur 6 tahun ketika pertama kali ikut les piano. Jadwalnya seminggu sekali durasinya hanya 30 menit saja. Karena beberapa bulan tidak ada kemajuan tapi kami masih penasaran, terlebih anaknya juga masih tertarik ingin belajar. Sebelum memasukkan dia ke tempat les yang terkenal, suami mencari guru les private bersertifikat yang masih muda. Alasannya biar Sp tetap fun saat belajar, selain itu tarifnya juga lebih rendah.

Beberapa bulan berjalan dengan baik, selanjutnya Sp mulai kelihatan malas praktek di luar jam les. Dia mau main piano hanya karena besok ada jadwal les. Selama belajar berlangsung seringkali dia permisi bolak-balik ke kamar mandi karena rasa bosan dan ingin waktu cepat berlalu.

Makanya saat guru les piano menyampaikan Sp siap ikut test grade 1, suami tidak mengijinka dia untuk ikut ujian. Alasannya sih sederhana, Sp belum sampai tahap suka atau menikmati. Untuk apa ikut ujian kalau sekedar menguji kemampuan. Ini terjadi pada teman karib suami, sebut saja namanya B. Dia belajar piano sejak kecil dan ikut ujian sampai lulus di grade 6. Semua ini dia lakuan untuk mengikuti kemauan orangtuanya yang berharap saat besar nanti hidupnya bisa selalu berhubungan dengan musik.

Harapan oranguta dan anak berbeda, B berhasil sebagai sosok sales yang handal. Dari pendapatannya dia bisa memiliki berbagai mobil yang dia inginkan termasuk mobil mewah. Padahal harga mobil di Singapura bisa sama dengan harga rumah di Indonesia. Sebagai gambaran mobil sejuta umat avanza atau xenia di Singapura dibandrol 1 milyar Rupiah! Di waktu luang B tidak pernah bermain piano, padahal kalau dia mau memberikan pelajaran private dia mampu, apalagi bersertifikat. Semua ini karena tidak ada panggilan dalam hati.

Kembali ke anak saya, Sp, dia berhenti belajar les piano setelah dia mampu membaca not balok. Setidaknya dia masih bisa memainkan lagu-lagu yang dia inginkan dengan catatan kalau lagi mood. Di pekan kelima ini, saya sengaja memberitahu tugasnya menjelang last minute. Ingin tahu bagaimana reaksi dia. Akhir-akhir ini dia memang mulai main-main dengan piano lagi dengan menggunakan youtube atau aplikasi memilih lagu yang sedang trend.

Saya tanya masih bisa nggak memainkan lagu The Blue Danube milik Johann Strauss yang dulu sering dia mainkan. Hanya sebagian aja yang ingat demikian responsnya. Demi tugas pekan kelima ini, dia habiskan waktu 1jam untuk mengingat  notes dan memainkannya. Sebetulnya dia bisa memainkan lagu lain yang sudah dia kuasai. Karena yang dilihat kan bukan lancarnya bermain piano. Tapi pada keinginan dan semangat untuk memainkan alat musik. Kalau dilengkapi dengan bernyanyi akan menjadi nilai tambah untuk mengenali potensinya dalam bernyanyi. 

Dia menolak bernyanyi, padahal sejak kelas 3 SD dia ikut ekstrakurikuler paduan suara. Selalu menjadi perwakilan sekolah untuk ikut program Youth Singapore Festival yang diadakan setiap dua tahun. untuk anak-anak sekolah tingkat SD hingga Junior College. Kelihatan banget kalau dia ini memiliki tema bakat pembelajar. Senang mencoba segala hal, tapi setelah tahu dan bisa dia tidak tertarik lagi untuk melanjutkan. Tapi tema bakat lainnya yang bisa saya lihat dalam melakukan aktivitas ini adalah responsibility dan maximiser.

Untuk Sn, si bungsu, sebelumnya dia sudah diajari Sp memainkan piano. Saya dan suami tidak bermaksud membeda-bedakan anak dengan tidak mengirimkan Sienna belajar piano. Tapi pendekatan kita saja yang berbeda. Kami ingin menumbuhkan rasa tertarik secara natural. Dan melihat bagaimana Sp mengajarkan adiknya. Selain itu tentu terbentuknya bonding adik kakak.

Sn bisa memainkan lagu anak-anak berjudul Yangkee Doodle. Cara Sp mengajarkan sangat mudah diterima adiknya. Dia mengenalkan posisi nada pada keyboard piano. Lalu dia minta Sn untuk mengingatkan note dengan menyebutkan nomor atau angka bukan do re mi fa sol dan seterusnya. Dalam waktu singkat Sn pun hapal dan langsung latihan menggunakan piano. Ma syaa Allah. Tambahan tema bakat yang saya temukan pada si kaka Sp yang menguatkan potensi dia sebagai educator, operator dan intrepreter.

Ada hal yang lucu saat saya minta Sn untuk mengulang menghapalkan note Yangkee Doodle dengan sedikit menari. Dia langsung menolak, sambil ketawa dia bilang terlalu banyak goyang ah gak bagus dilihat! Ya ampuun kok anak saya dua-duanya lemah di tema bakat significance.

PR buat saya adalah menggali potensi bernyanyi pada Sn. Karena dia sering sekali bernyanyi atau bersenandung saat main games, menggambar, atau sekedar main lego. Tapi bila diminta nyanyi dan kita, anggota keluarga, memperhatikan sekaligus mengaguminya dia tidak mau. Sekalipun saya sampaikan bermain peran seakan dia sebagai superstar bernyanyi kita sebagai penonton. Dia tetap tidak mau, kecuali kalau ditemani oleh salah satu dari kita bernyanyi. Sementara ini potensi yang saya lihat pada si bungsu Sn ada di seni musik, seni suara, operator. 

Dalam Talents Mapping, dengan mengetahui beberapa tema bakat yang kuat pada anak-anak kita akan mengetahui potensi kekuatan mereka. Dengan demikian kita bisa lebih mudah memberikan panduan apa yang mereka butuhkan sesuai dengan potensi kekuatan yang dia miliki untuk mencapai peran atau occupancy yang sesuai.

Bila penasaran dengan pembahasan Talents Mapping, simak ya tulisan saya ini untuk mengenali bakat. 💟




Comments

Popular Posts