Sistem Umpan Balik: Identifikasi Masalah




Dalam perkuliahan di Kampus Ibu Pembaharu, ada program menarik setelah satu atau dua pekan pemberian materi. Semua mahasiswa yang mengerjakan jurnal materi akan dipasangkan oleh tim formula untuk saling meriviu jurnal. Bagi yang mengajukan dispensasi jurnal, mereka bisa bergabung setelah menuntaskan tugasnya. Bagi yang skip tidak mengumpulkan jurnal maka tidak bisa bergabung dalam program review ini. Mereka harus memastikan diri ke depannya membuat jurnal setiap materi dan bergabung dalam program review agar tidak tereliminasi di Kampus Ibu Pembaharu.

Kamis siang setelah menyelesaikan acara di Ibukota Hexagon City saya dihubungi oleh buddy, kami berkenalan melalui chat singkat. Saling tukar link jurnal dan menetapkan waktu untuk berdiskusi. Kesamaan pertama di antara kami adalah berdomisili dalam zona waktu sama. Saya di Singapura dia di Sulawesi. Berharap akan menemukan kesamaan-kesamaan lainnya saat berdiskusi di Jumat sore.

Membaca pembuka jurnal buddy, saya sudah merasakan sepertinya dia orang yang Maximizer. Seleranya tinggi, tidak mudah merasa senang dengan pencapaian yang gitu-gitu aja. Di balik kerennya sifat ini ada kelemahan yang tanpa disadari akan merasa kurang terus, sehingga apresiasi pada diripun menjadi rendah. Bila terus berkelanjutan ini akan menurunkan rasa percaya diri. 

Saya yakin buddy saya tidak demikian, karena bila sudah masuk tingkat Bunda Salihah rasa kurang percaya diri berkepanjangan harusnya sudah tereliminasi. Karena sudah mendapat gojlokan dan pola-pola pendidikan serta kehidupan dari Founding Mother Institut Ibu Profesional.   

Sesuai panduan dalam  Sistem Umpan Balik, kami berdua harus fokus pada Problem Statement dan tentu dilengkapi oleh Analisa Akar Masalah. Karena dua hal ini menjadi pegangan semua mahasiswa selama kuliah di Kampus Ibu Pembaharu.

Mba Juwita, buddy saya, memilih masalah pribadi yang berhubungan dengan bidang Parenting. Yaitu Bully pada anak. Setiap orang tentu mengerti dengan bully pada anak yang umumnya terjadi baik secara fisik maupun secara verbal. Apa yang diangkat oleh mba Juwita sangat menarik, karena bully di sini dilakukan oleh Ibu atau orangtua saat  mengapresiasi anak.

Bagaimana mungkin orangtua disebut melakukan bully pada anak saat mereka mengapresiasi atau memberi pujian pada anak? Bukankah pujian itu baik dan bisa memotivasi anak untuk melakukan hal yang lebih baik lagi? 

Selain memberi pujian pada anak, mba Juwita juga concern ketika meminta maaf pada anak selalu ada kata tapi diujungnya. Jadi permintaan maaf ini tidak tulus, seakan sebagai ibu dia selalu benar. Ketika melakukan kesalahanpun karena kondisi atau situasi yang mendorong dia. Contoh: Ibu sudah bilang itu tidak baik, tapi kaka tetap lakukan itu, jadi ibu marah. Maafin ibu ya ka.   

Uwow.... dalam ya masalah yang diangkat oleh mba Juwita. Saya merasa beruntung dapat buddy seperti ini. Dan saya makin yakin kalau dia ini adalah orang yang perfectionist (Maximizer). Masalah Bully pada Anak muncul dan manjadi bahan pemikiran mbak Juwita sejak mengikut Parenting webinar di IP regional. Lalu diafirmasi oleh topik bahasan program Obrolan Dapur Ibu. Bahwa memberi pujian pada anak-anak dengan diksi yang tidak tepat akan membuat mereka tumbuh sebagai individu yang memiliki fixed mindset. 

Hasil diskusi kami yang asik, saya tuangkan pada templete berikut:




Bagi saya masalah yang diangkat mba Juwita juga merupakan masalah sosial. Ada kesamaan dengan masalah yang saya angkat. Masalah pribadi sekaligus menjadi masalah sosial. 




Di awal obrolan kita berdua, mba Juwita menyampaikan pendapatnya setelah membaca Problem Statement saya. Bisa jadi itu juga merupakan masalah dia. Tapi pernyataan ini tentu tidak merubah Problem Statement yang sudah dia tuangkan dalam jurnal sebelumnya. Ini berhubungan dengan materi pengantar Sistem Umpan Balik #1 tentang Problem-based Learning. 

Semoga mba Juwita berhasil membuat solusi untuk masalah ini dan berbagi pada lingkungan terdekat. Sehingga pelaku bully pada anak akan akan semakin berkurang, anak-anak tumbuh penuh bahagia.  

Comments

Popular Posts