Profesi Ibu Rumah Tangga
Berawal dari pendapat umum terhadap profesi ibu Rumah Tangga-lah yang
mendorong saya untuk menulis tentang ibu Rumah Tangga.
Mulai dari pendapat yang positif sampai yang sedikit miring.
Saya sebut miring karena apabila kita bertanya lagi untuk menegaskan tentang
pendapatnya, yang mengandung arti kurang
menghargai. Seringkali orang tersebut
akan membantah. Bahwa ibu Rumah Tangga
itu profesi yang mulia. Oke, kita berpikir positif pada pendapat dan bantahan orang
tersebut. Kita bisa maklumi mungkin orang tersebut tidak memilih dan
menggunakan kata yang tepat. Disini saya
menuliskan beberapa komentar yang merupakan respons dari seseorang ketika mengetahui
lawan bicaranya berprofesi sebagai ibu Rumah Tangga. Atau ketika profesi ibu Rumah Tanga menjadi topik
pembicaraan.
“Oh, cuman ibu Rumah Tangga.”
“Enak ya, jadi ibu Rumah Tangga, tinggal di rumah.”“Oh, cuman ibu Rumah Tangga.”
“Meskipun cuman ibu Rumah Tangga, dia berpengetahuan luas dan mampu beradaptasi baik dengan orang-orang pintar.”
Ketiga kalimat diatas itu tentu sering anda dengar. Dan umumnya pendapat itu keluar dari kaum perempuan kantoran. Andai saja mereka jujur dan tahu apa itu profesi ibu Rumah Tangga yang sebenarnya, apakah mereka tetap akan memiliki pendapat seperti diatas itu? Kalimat “oh, cuman ibu Rumah Tangga.” Akan terasa beda artinya dengan “Oh, Ibu Rumah Tangga.”
“Enak ya jadi ibu Rumah Tangga, tinggal di rumah.” Kalau memang dia jujur berpendapat begitu mengapa dia memilih bekerja di luar rumah tidak menjadi ibu Rumah Tangga. Bukankah sudah umum setiap orang ingin enak. Terlepas tentang kebutuhan materi dalam keluarga. Bila bicara tentang materi akan terasa sensitif. Siapa yang tidak butuh uang dalam hidup. Saya tidak bermaksud menyudutkan kaum ibu yang bekerja kantoran. Karena setiap individu memiliki hak untuk memilih dalam menjalani hidup. Tapi manusia sebagai makhluk sosial seringkali tidak bisa membedakan arti “ingin dan butuh”. Seringkali menakar segala sesuatunya dengan tidak cukup tanpa menyadari bahwa takaran cukup itu sendiri berubah setiap saat karena tidak bisa membedakan arti “ingin dan butuh” itu tadi.
“Meskipun cuman ibu Rumah Tangga, dia berpengetahuan luas dan mampu beradaptasi baik dengan orang-orang pintar.” Untuk yang satu ini tidak hanya pendapat para kaum perempuan tapi juga kaum pria yang bermaksud memberi apresiasi kepada profesi ibu Rumah Tangga. Apresiasi yang terdengar kurang ikhlas. Kenapa? Karena penggunaaan Meskipun cuman itu yang member arti bahwa profesi ibu Rumah Tangga itu profesi yang rendahan.
Saya harap anda tidak berpendapat bahwa saya super sensitif dalam menilai pendapat disini. Tidak. Saya ingat ada ungkapan bahwa kita bisa mengetahui seseorang sedang berbohong atau tidak dengan melakukan kontak mata pada saat bicara. Mata tidak bisa berbohong. Bila anda setuju dengan pendapat ini, mantap. Karena saya percaya bahwa anda pun setuju dengan pepatah Mulutmu harimaumu. Kita tahu makna dari pepatah tersebut agar kita untuk berhati-hati dalam bicara, pendapat kita akan bisa menjadi boomerang. Bila kita telaah lagi makna yang lebih dalam, kita harus lebih memperhatikan dan memilih setiap kata yang akan kita diucapkan. Karena setiap kata yang meluncur keluar dari mulut kita itu merupakan gambaran siapa diri kita. Nah kembali kepada ketiga kalimat di atas tadi tentang pendapat profesi ibu Rumah Tangga. Karena yang memberikan pendapat tersebut umumnya orang kantoran yang konon lebih keren dan memiliki status yang diakui dalam kehidupan sosial. Status dan jabatannya ternodai, luntur karena pemilihan kata yang kurang tepat. Pribadi yang baik tidak membutuhkan status keren dan tinggi tapi muncul dengan sendirinya dari perilaku dan tutur sapa. Apapun profesinya, termasuk ibu Rumah Tangga.
Peran Ibu Rumah
Tangga dalam keluarga
Kita semua tahu bahwa kedudukan suami dalam rumah tangga
merupakan pemimpin, imam sebuah keluarga.
Namun siapa yang bertanggung jawab jalannya segala kegiatan dalam sebuah
keluarga? Bila semua kegiatan dalam
keluarga juga merupakan tanggung jawab sang suami, sudah tentu dia memerlukan
seseorang sebagai partner yang bisa dipercaya mampu mengelola semua kegiatan
ini. Partner yang tepat tentu bukan lain adalah belahan jiwa si suami tersebut,
istri. Adalah pilihan sang istri untuk memutuskan menjadi ibu Rumah Tangga
sepenuhnya, atau ibu Rumah Tangga dengan mengandalkan asisten dalam melakukan
tugas kesehariannya. Karena dia juga memiliki keinginan untuk mengembangkan
potensi diri di luar rumah, bekerja atau berkarier. Sah –sah saja selama semua anggota keluarga happy.
Perkembangan jaman yang pesat juga mempengaruhi penggunakan
bahasa. Ibu Rumah Tangga yang dalam
bahasa Inggris disebut housewife, kini berkembang menjadi full-time mother,
homemaker, Stay at home mom. Hanya berbeda
nama tapi inti tugas dan perannya tidak jauh berbeda. Mengingat
arti sebenarnya dari housewife itu sendiri adalah seorang wanita yang
berprofesi mengatur rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak, serta melakukan
semua pekerjaan rumah untuk anggota keluarga.
Sementara di Amerika yang mengusung kesetaraan gender, muncullah istilah
‘Homemaker’ yang memiliki gender-neutral.
Karena istilah Homemaker ini istilah ‘Househusband’ ditinggalkan. Jadi bila posisi si suami yang mengurus
segala kebutuhan keluarga dan mengasuh anak, maka dia disebut Homemaker atau
stay at home dad. Hal ini sebetulnya mulai merebak sejak abad 20, tapi lebih
bisa diterima dalam sosial sekitar tahun 2000.
Peran media cukup kuat dalam hal ini.
Stay at home dad, umumnya hanya terjadi di Amerika dan beberapa negara
barat yang sudah maju. Meskipun beberapa
negara tetap tidak menerima profesi ini mengingat bahwa kaum pria tetap sebagai
pencari nafkah, bredwinner in the family.
Dalam buku ini, saya mengulas tentang peran ibu Rumah Tangga
lebih detail. Bagaimana dia bertugas dengan baik sebagai partner sang
suami dalam membangun keluarga. Apakah
ada persamaan yang signifikan antara bekerja di dalam dan di luar rumah. Bila tujuan awal suami dan istri adalah
membangun keluarga bahagia dan sukses. Bagaimana cara menggapainya? Kata bahagia selalu berkaitan dengan sikap
menghargai. Sementara kata sukses selalu identik dengan bisnis dan kerja kantoran. Untuk mencapai sukses tersebut biasanya para pelaku
bisnis juga para pegawai dituntut untuk bisa professional dalam menjalani tugas
keseharian. Maka bisakah sang suami dan
istri ini bersikap professional juga dalam menjalani tugas kesaharian di dalam
rumah demi menuju keluarga bahagia dan sukset tersebut?
Comments
Post a Comment