Inspirasi di Senin Pagi



Bangun pagi tadi mata terasa sepet, karena semalam begadang bersama mas bojo depan tv nonton duel seru setan merah vs si merah. Pertandingan besar di liga Inggris. Pertandingan sebelumnya tidak kalah seru  Everton berhasil menaklukkan Manchester city di kandangnya dengan skor 0-4!

Saya bilang, “Kemenangan yang mengejutkan! Maaf om Pep, sepertinya anda harus menunda meraih sukses melatih tim  di Liga Inggris. Kalah dengan skor 0-4 itu menyakitkan tahu. Jadi inget beberapa minggu lalu pas Chelsea digilas Arsenal 0-4 di kandang sendiri…”

“Terus, jangan-jangan ManU  juga dikerjain 0-4 gitu sama Liverpool?” timpal mas bojo, fan loyal ManU.

“Hahahaha…. do you wish to, hon”  asli bilang gitu sambil ngejulurin lidah ke mas bojo.
Di menit ke-26 Liverpool berhasil memimpin pertandingan. Terkantuk-kantuk depan TV, hampir jam 1 pagi akhirnya saya menyerah meninggalkan mas bojo nonton pertandingan sendiri. Mungkin posisi akan terbalik kalau salah satu tim yang main saat itu Chelsea.  Mas bojo yang akan duluan kena rayuan bantal dan terlelap :D

Dengan mata  sepet, saya bergerak menuju dapur menyiapkan sarapan yang dipesan neng Sophie juga mengerjakan pekerjaan rutin pagi lainnya. Memastikan untuk selesai lebih awal karena pagi ini mesti keluar rumah janji ketemu temen SMA dulu,  yang sedang ada di Singapura.

Akhirnya kita janjian pagi ini sambil sarapan bersama. Siangnya teman saya sudah harus bersiap kembali ke Indonesia.
Ini kali ketiga dia datang ke Singapura. Dua kunjungan sebelumnya selalu gagal untuk bisa ketemu karena jadwal kita yang kurang pas.

Berbeda dengan dua kunjungan sebelumnya, bertugas untuk melatih tim peselancar angin dari Jawa Barat untuk persiapan PON 2016.  Kunjungan ketiga ini spesial. Dia menemani anak sulungnya untuk ikut kompetisi di 36th Singapore Open Windsurfing Championship 2017. Wow! Kali pertama ikut kompetisi di tingkat internasional dan berhasil menjadi runner up.

Pas ketemuan, kita langsung asik ngobrol tentang kompetisi tersebut. Teman saya Diki.  Nama anak Diki, Kahea, baru berumur 14 tahun.  Tapi ketika diajak ngobrol tidak terlihat kikuk apalagi malu. Malah cenderung lebih aktif sebagai lawan bicara dibanding ayahnya. Keren! Padahal pagi tadi itu kali pertama saya ketemu Kahea. Banyak hal yang dia tanya tentang Singapura. Termasuk ketika saya sama Diki ngobrol tentang sekolah dan hobi anak-anak. Diki bilang kedua anaknya punya hobi yang berbeda jauh.  Kalo si sulung Kahea  lebih aktif dan suka bermain sementara si bungsu lebih suka membaca buku.

Dengar hobi membaca buku itu, saya cerita bahwa di sini, setiap pagi sebelum pelajaran dimulai, ada  program yang disebut silent reading. Setiap siswa diharuskan membawa buku cerita dari rumah.

“Sama di sana juga tan. Ada program seperti itu.” Kahea nyeletuk.
“Dimana?”
“Di Indonesia. Di sekolah saya. Hanya setiap hari Sabtu aja. Kita harus bawa buku dari rumah.”
“Keren banget! Setiap Sabtu berapa lama?”
“40-45 menit, tan.”

See. Obrolan seperti itu sering terjadi ditengah-tengah saya sedang ngobrol dengan Diki.
Sayang waktu kita sempit. Padahal saya masih mau ngobrol sama Diki juga Kahea. Menarik ngobrol sama mereka. Saya salut sama Diki yang bisa mendidik anak sesuai minat mereka. Ingat dengan istilah Meninggikan gunung bukan meratakan lembah.  Tidak menuntut anak-anak untuk bisa berprestasi disetiap bidang.

Dahsyatnya lagi. ketika saya sampaikan prestasi yang dicapai oleh  Kahea di kompetisi tingkat internasional kepada WAG alumni SMAN 1. Selain prestasi putra daerah kami, Pelabuhan Ratu, juga keberhasilan Diki sebagai Ayah juga Pelatih Kahea.
Teman-teman siap untuk memuat prestasi ini di media.  Diki menolak, alasannya untuk membuat Kahea tetap humble, dia masih muda dan jalan masih panjang untuk meraih sukses.
Keren habis! Yang tertarik melihat dokumentasi Kahea di Singapore Open Windsurfing Championship 2017 bisa  klik disini

#ODOPfor99days #58weeks
#week3-1 #5thpost



Comments

Popular Posts