Obrolan di Korwil7: Mendidik anak di Jerman
Korwil 7 adalah group online Bunda Sayang, program dari Institut Ibu Profesional. Pesertanya merupakan gabungan beberapa kota di Indonesia dan Luar Negeri
Tentang Narasumber
Permai Sari Molyana Yusuf, biasa dipanggil Melly. saat ini tinggal di Jerman.
Ibu dari dua anak berunur 9 tahun dan 5 tahun. Sebelum menjadi ibu Runah Tangga, teh Melly pernah bekerja sebagai Guru SD. Alasan memilih profesi itu karena pekerjaan yang ideal untuk seorang istri. Namun pendapatnya ternyata keliru. Karena banyak pekerjaan yang harus dibawa pulang. Maka disaat anak sulung berusia empat tahun, teh Melly mengundurkan diri. Saat ini selain jadi ibu Rumah Tangga, teh Melly punya pekerjaan sampingan sebagai Food Photographer. Untuk kenal lebih dekat dengan teh Melly silahkan kunjungi blognya.
Berbagi pengalaman mendidik anak di Jerman.
Selain alasan diatas, saya resign juga karena anak sulung saya mengalami keterlambatan bicara/ speech delayed dan didiagnosa ADHD oleh dokter, karena saya tidak sependapat dengan analisa dokter yang tidak melakukan observasi terhadap anak, saya memutuskan belajar “yang saya ingin tahu” dan belajar bersama anak di rumah.
Saya sempat melakukan HS saat awal tinggal di Jerman (pada saat anak usia TK), namun tidak lebih dari 1 tahun dan saya merasakan sendiri seperti apa yang mbak Dyah pernah bilang “15 menit belajar di HS, bisa jadi sama dg belajar sehari di sekolah”. Tahun berikutnya memutuskan sekolah, agar anak bisa belajar bahasa Jerman langsung dari native speaker untuk persiapan masuk sekolah SD.
Di Jerman saat anak usia SD, wajib sekolah dan HS dianggap ilegal. Aturan ketat lainnya, saat anak sudah menginjak umur sekolah dasar, mengambil libur di saat waktu sekolah dianggap pelanggaran dan dikenakan sanksi denda, 500eur per hari (tergantung negara bagian).
Alhamdulillah keterlambatan bicara yang dialami oleh anak sebelumnya, tidak berarti ketika belajar bahasa Jerman ataupun berbicara bahasa Indonesia (Kami di rumah menggunakan bahasa Indonesia untuk diskusi bebas), diskusi mengenai materi sekolah atau kegiatan project rumah yang menggunakan buku cerita berbahasa Jerman, kami belajar bersama menggunakan bahasa Jerman.
Berada di Jerman, yang semua serba bebas dan vulgar, tentu selalu menjadi diskusi sehari-hari dalam keluarga kami. Sehingga saat awal HS, fitrah keimanan anak menjadi prioritas dibanding 3 fitrah lainnya. Dari mulai makanan/minuman ini ada kandungan halal/ haram, saat pergi dimana bisa ibadah, apakah poster ini malu/ tidak untuk dilihat, buku ini baik atau tidak untuk dibaca, dsb
Setelah anak umur 7-8 tahun, baru saya mulai menjalankan tarbiyah keluarga (pendidikan agama) yang lebih intens. Karena saya ingin mereka faham dan mampu menjelaskan kenapa dan bagaimana serta pentingnya ibadah yang mereka kerjakan. Misalnya, anak mampu untuk bilang, “saya harus makan daging halal” ketika menerima undangan ulang tahun temannya atau “saya sedang menjalankan Ramadhan” ketika tidak hadir dalam kegiatan rutin atletik selama 1 bulan.
Mohon maaf sebelumnya, jika ada kesalahan, saya sangat terbuka sekali untuk dikoreksi.
Tanya jawab
Selly-Jerman
1. Kendala apa yang dihadapi mengenai perbedaan kultur Jerman - Indonesia pada anak di sekolah atau di TK dan bagaimana cara memberikan pengertian pada anak kalau kita mempunyai kultur yg berbeda?
2. Karena kita besar dan belajar di Indonesia, bagaimana cara mempelajari atau mencari tahu tentang sistem pendidikan yang diberlakukan di Jerman?
Jawab:.
1. Perbedaan kultur yang secara alami dimiliki anak, tidak perlu kita khawatirkan. Konsistensi kita diperlukan apabila kultur yang kita miliki itu baik. Misal : makan dengan tangan kanan, berdoa sebelum makan, dan sebagainya.
Biasanya contoh kultur yang butuh penyesuaian, memanggil nama orang dewasa dengan hanya sebutan nama saja. Tapi lama kelamaan ini akan terbiasa, karena teman teman lainnya akan memanggil dengan panggilan yang sama.
Mengajak anak-anak untuk bercerita kegiatannya di sekolah, membuat anak menyebut nama-nama guru dan teman-teman-teman atau kakak kelas. Sehingga kita tahu sejauh mana dia sudah beradaptasi di sekolah. Sebaliknya, kita bisa memperlihatkan foto-foto keluarga besar (tante, om, kakek, nenek, eyang, kakak sepupu dsb) dengan mengenalkan mereka siapa saja lengkap dengan titel depannya "om, tante, dsb“
Sehingga anak akan tahu dimana dia mampu menempatkan kultur Jerman dan kultur Indonesia.
2. Sistem pendidikan di kota kita tinggal bisa dicari di internet, banyak situs kota atau "bidang pendidikan“ yang menjelaskan dengan detail. Karena pendidikan untuk sekolah dasar SD/ Grundschule hampir sama. Perbedaan ada, tergantung di negara bagian mana kita bertempat tinggal.
Kalau untuk mengetahui bagaimana sistem praktek belajar yang sifatnya kontekstual, materi, konsep, dsb. Saya tidak pernah mengajarkan anak tapi kami belajar bersama. Baik di semua mata pelajaran. Mata pelajaran di Jerman sedikit: Matematika, Bahasa Jerman, Agama lokal (optional), Seni, Olahraga dan MenuK (life skill 4 musim). Tambahan yang tidak masuk ke dalam matapelajaran, yakni literasi. Sejak akhir kelas 2 bagi anak yang sudah bisa membaca sudah bisa memulai kegiatan ini.
Di Jerman, anak anak tidak diajarkan membaca, tapi mengenali huruf serta bagaimana penyebutannya (dalam bahasa Jerman). Jadi di TK tidak ada baca hitung, kelas 1 lebih kepada mengenal huruf dan angka hingga 20, termasuk menulis. Orang tua tidak disarankan memperbaiki grammar anak saat di kelas 1-2, sekalipun dalam mengerjakan PR.
Pertimbangan baca tulis ini, membuat saya memberanikan diri untuk tidak mengajarkan baca tulis dan hitung ke anak kedua. Alhamdulillah, benar adanya, setiap anak memiliki fitrah belajar. Dengan sendirinya, melalui kegiatan rutin harian (yang sifatnya life skill), dia menemukan angka dan huruf dimana-mana, familiar dan mencoba menuliskan namanya sendiri. Ketika Fitrah belajar calistungnya muncul, selanjutnya peran saya hadir sebagai fasilitator.
Endang - Singapore
Boleh tahu aktifitas yang lebih spesifik yang teh Melly lakukan sama sulungnya waktu didiagnosa speech delay oleh dokter?
Apa yg membuat teh Melly tidak sependapat dengan dokter?
Jawab:
Diagnosa dilakukan dengan mewawancarai saya perihal tentang anak sulung. Dari sekian jawaban tanpa ada kontak fisik dengan si anak, selama kurang dari 30 menit, dokter langsung memberi kesimpulan demikian. Jadi saya tidak bisa percaya 100%.
Erli - Batam
Sharing dong teh gimana mengatasi speech delaynya si sulung dan apa penyebabnya?
Jawab:
Penyebabnya apa? Karena pola asuh yang salah. Saya mengajari anak orang sementara anak saya dititipkan, hahaa
Mulia-Batam
Menarik tentang halal food. Karena sedang jadi bahan belajar dirumah. Anak-anak saya kalau sudah dapat makanan kemasan langsung cek logo halal, padahal usianya yang satu balita. Satu lagi pas 5 tahun.
Bagaimana mbak Mely menjelaskan tentang kehidupan dan lingkungan yang serba terbuka dan vulgar tadi kepada anak-anak?
Jawab:
MashaaAllah mba Lia, keren banget anak-anaknya. Iya halal food berkaitan dengan titik kritis dalam pembuatan makanan, biasanya jadi diskusi menarik kalau kita makan snack yang dibeli dari luar.
Penjelasan tentang hal yang serba terbuka dan vulgar, berkaitan dengan diskusi area pribadi yang boleh/tidak dipegang atau diperlihatkan oleh orang lain. Jadi jika anak anak melihat ada yg berpakaian bikini di luar saat musim panas, pasti akan bilang "malu" dan kemudian berpaling muka, begitu juga dengan poster yang bertebaran di tempat umum. Sesuatu yang vulgar, bisa dikaitkan dengan diskusi mengenai "laki-laki dan perempuan dewasa boleh menikah“. Dab satu lagi, tentang Allah yang menciptakan manusia, hewan berpasang-pasangan (ini terkait dengan aksi vulgar pasangan sejenis), jika masih 7 tahun kebawah, bisa diceritakan tentang Nabi Nuh, yang membawa hewan-hewan berpasangan dari setiap jenisnya untuk naik ke kapal.
Arlisa - Swedia
Ada sahabat saya yang anaknya mengalami speech delay juga. Bila berkenan, bolehkah teteh bagi pengalamannya membersamai anak dalam mengahadapi speech delaynya? Mungkin bisa dibagi tips dan motivasi supaya ibu bisa terus ceria dan bersemangat, terlepas dari tantangan yang harus dihadapi. Lalu jika berkenan berbagi tips juga untuk saya, baiknya bagaimana untuk menyemangati sahabat saya ini dalam prosesnya.. Saya merasa sering ngga bisa banyak membantu, cmn bisa mendengar dan kasih pelukan penyemangat.
Jawab:
Ketika mengetahui anak speech delay, rasanya memang sedihnya nggak karuan. Prinsipnya satu, tutup telinga rapat-rapat buat ucapan yang bikin down, cari teman yang bisa meng encourage diri.
Prinsipnya setiap anak memiliki potensi fitrah sejak lahir (sumber Fitrah Based Education, Ust Harry Santosa):
1. Potensi fitrah keimanan, setiap bayi yang lahir pernah bersaksi bahwa Allah sebagai Robb. Maka setiap bayi yang lahir pada galibnya mengenal dan merindukan sosok Rabb.
2. Potensi fitrah belajar, setiap bayi yang lahir adalah pembelajar tangguh sejati.
3. Potensi fitrah bakat, setiap bayi yang lahir adalah unik, memiliki sifat bawaan yg kelak akan menjadi panggilan hidup dan peran spesifiknya di muka bumi.
4. Potensi fitrah perkembangan, setiap bayi sampai aqil baligh dan sesudahnya, memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus diikuti. Tidak berlaku kaidah makin cepat makin baik.
Beberapa hal yang mungkin bisa disarankan:
1. Perbanyak aktivitas bersama anak, bermain dengan alam, membacakan buku cerita, membahas topik tertentu dengan wh questions, aktivitas fisik, dsb
2. Usahakan anak puasa konsumsi gula, gluten tepung dan coklat. Gula bisa diperoleh dari konsumsi buah. Di Jerman, anak-anak yang membawa bekal sarapan, tidak disarankan membawa kentang goreng, makanan manis dan coklat. Karena kandungann gulanya, selain tidak bagus untuk gigi juga memicu energy aktif anak yang berlebihan. Kentang memang tidak manis, tapi ada kandungan gula.
3. Puasa gadget, tidak ada tv, hp, ipad, dsb
Hingga hari ini, saya membuat komitmen dengan anak sulung, 12th vs gadget. Sempat dia mengangkat topik ini menjadi diskusi. Saya memberi penjelasan, hingga umur 12 tahun, kakak berkesempatan untuk belajar semua permainan fisik, sepeda, scooter, ice skating, hockey, ski, sepatu roda, atletik, volley, dsb jadi memang belum butuh gadget. Kalau sudah waktunya, inshaaAllah dipinjamkan. Inget ya dipinjamkan dengan perjanjian, bukan dikasih cuma-cuma.
Saran saya mba Arlisa bisa kasih masukan untuk mengajak temannya masuk grup IIP, biar jadi Ibu Profesional.
Karena urusan domestik, teh Melly hanya bisa hadir 40 menit. Singkat tapi tetap memberi semangat kita dalam mendidik anak.
Tulisan tentang Obrolan di Korwil 7 lainnya sebagai berikut:
Homeschooling
Comments
Post a Comment