Komunikasi Produktif
Communication to a relationship is like oxygen to life. Without it ...it dies
Misalnya saat menghadiri parenting workshop di sekolah anak. Meskipun saat itu kali pertama kita bertemu, duduk satu meja. Kita bisa asik berdiskusi mengenai topik parenting.
Akhir-akhir ini terus terang saya ingin lebih fokus dalam berkomunikasi dengan anak yang memasuki usia remaja. Berselancar dengan om google mencari-cari artikel berkomunikasi baik dengan remaja. Bagaimana agar anak memasuki usia remaja bisa tetap dekat dengan orangtua.
Dari wikihow dan beberapa artikel parenting yang saya baca, semuanya tidak jauh berbeda dengan pembekalan dari materi level 1sebelumnya tentang pentingnya clear and clarify juga Keep it short and simple. Eye contact dan body languange.
Hal ini yang selalu saya ingat dan ingin mempraktekkan lebih sering. Karena tidak jarang terutama kalau saya sedang melakukan suatu pekerjaan. Si gadis kecil datang dan bercerita nonstop tanpa bisa dipotong. Pas saya kembali bertanya untuk memastikan apa yang saya tangkap dari cerita dia. Kemudian dia bilang dengan santainya, “Ah, ga apa. Lagian mami gak ngerti juga apa yang aku maksud.”
Lho...! melongolah saya. Clear and clarify failed. Saya jadi berpikir ini anak niat gak sih bercerita. Karena kalau kita lagi asik duduk bareng apalagi pas lagi ‘girls’ talk’ (acara khusus Sp dan saya), semuanya berlangsung lancar. Malah seringkali dia bercanda tentang pentingnya body language dan eye contact.
Mendapat materi tambahan untuk berkomunikasi produktif ini, terus terang seperti merefresh diri. Terutama mengenai analistis transaksional komunikasi. Aha! Membuka mata sekali.
Comments
Post a Comment