Kreativitas vs Perumusan


Hari ini Sp belajar dari pengalaman. Pengalaman yang berharga menurut saya. Karena selama ini setiap saya mengingatkan untuk belajar lebih teratur dalam membuat prakarya, dia selalu punya alasan. Dari kebiasaan ini saya bisa mengetahui Sp adalah aktivator. Satu dari tujuh karakter pertama pada diri saya menurut hasil Talent Mapping.

Sore ini dia ingin membuat prakarya unik. Saya tidak tahu apa namanya. Tapi begitu dia jelaskan apa yang ingin dia buat, saya mengerti.

Bahan-bahan yang diperlukan botol bekas minuman, bubble beads, pewarna air. Prakarya yang berhubungan dengan pelajaran science.

Seperti biasa. Ketika dia mulai mengerjakan, saya bertanya dan mengingatkan. Apakah semuanya sudah dipersiapkan? Langkah-langkah apa saja? Kalau langkah-langkah tersebut gagal, apa yang akan dilakukan? Sp menjawab simple dan penuh percaya diri. “Saya tahu apa yang saya lakukan.”

Selama membuat prakarya saya mendampinginya. Membantu apa yang dia ingin saya lakukan. Pertengahan proyek berlangsung ada kebocoran. Dia mengulang dan memastikan semuanya baik. Tidak ada kebocoran. 

Saat hampir semua selesai dilakukan tiba-tiba di bagian tengah dan satu sisi botol air merembes. Terlalu banyak kebocoran. Gagal


Teronggok. Prakarya gagal. Saya masih berharap ke depannya Sp mau mengulang membuat prakarya ini karena idenya bagus.


“Terus sekarang gimana?” Saya tanya.
“Ya udah, gagal. Forget it.”
“Maksudnya?” Timbal saya.
“Ya udah mami. Gagal proyeknya. Lagian aku juga udah males ah sama proyek itu.”

Hah? Tadi yang semangat penuh rasa percaya diri, sekarang bilang lupain aja? Saya biarkan dia. Memberikan waktu atas kekecewaannya. 

Setelah habis shalat maghrib saya dekati Sp dan bicara baik-baik. Ini bukan masalah proyek gagal. Lupakan satu proyek yang gagal, kita coba proyek lain. Bukan. Tapi lebih ke urusan mentalitas. Resilience.

Saya ajak untuk menuliskan perencanaan yang lengkap dan matang. Semua harus dituangkan dalam tulisan. Saya tawarkan diri untuk menuliskan apa-apa yang ingin dia lakukan untuk prakarya selanjutnya.

Dalam waktu singkat dia menyebutkan tiga prakarya untuk tiga hari berturut-turut. Sabtu, Ahad dan Senin. Ketika saya tanyakan kenapa prakarya Senin lebih membutuhkan waktu yang panjang? Bukankah itu hari sekolah? 

Oh iya. Kita rubah aja. Ditukar prakarya Senin dikerjakan Ahad. Siap! Saya bilang. Tetiba dia berubah lagi. “Aku punya ide, bagaimana kalau prakarya Senin kita rubah dikerjakan Sabtu. Jadi kalaupun tidak selesai. Kita bisa melanjutkan Ahad.”

“No worries.” Saya bilang dan tanpa melihat muka Sp. Sambil pura-pura menulis saya bilang. “Kamu ngerasa nggak dengan menuliskan perencanaan ini lebih terasa leluasa buat kita melakukan perubahan ketika ada satu hal yang tidak cocok?”

“Ya. Aku tahu kemana arah bicara mami. Ini tentang persiapan yang matang dan teratur kan?”

Ma syaa Allah. 
Alhamdulillah. Betul kreativitas tanpa didukung perumusan yang teratur akan kacau. Dan bukan tidak mungkin kekacauan yang timbul ini mematikan kreativitas lainnya karena rasa kapok. Not being resilience.


#Harike-9
#Tantangan10hari
#ThinkCreative
#Level9
#BunSay
#IIP


Comments

Popular Posts