Membuat Jurnal dengan Anak




Saat saya pinjam buku ini dari perpustakaan, Sp spontan bertanya, “Buat siapa itu, mom?”. 
“Buat kita.”  
“Hah? Aku sudah tahu gimana bikin jurnal.”
“Nggak ada salahnya kan belajar lagi.”
“Nggak perlu lah.”
“Ya sudah, mami pinjan buku ini buat mami sekalian kamu ajarin mami bikin jurnal.”

Si neng satu ini kalau sudah bisa sesuatu dan mau dibantuin diperdalam suka protes-protes. Jadi cara berkomunikasinya memang harus disiasati. “Kita belajar bersama, jangan sungkan ajarin mami kalau kamu lebih tahu”, kalimat itu yang biasa saya sampaikan. 

Menulis merupakan keahlian yang penting dan sangat sering digunakan dalam keseharian pelajar. Tiga dari empat pelajaran utama di sekolah selalu berhubungan dengan menulis.

Bahasa Inggris dan Bahasa Ibu sudah tentu dengan mengarang. Untuk kelas 5 SD, minimum jumlah kata mencapai 200 kata untuk setiap karangan. Susunan kalimat yang tidak saja sarat grammar juga akan menambah poin bila menyertakan beberapa ungkapan.  

Sedangkan dalam pelajaran Science, bila jawaban benar tapi susunan kalimat pada jawaban tidak sesuai aturan grammar, maka poin yang didapat tetap tidak maksimal.  Ini yang sering membuat para orangtua gemas. Anak mengerti pertanyaan dan tahu jawabannya. Tapi penuangan jawaban harus mengikuti kaidah grammar. Karena kita sebagai orang Indonesia tidak mengenal struktur Simple Past, Present Tense. Jadi tentu merasa bahwa pengertiannya tetap sama, sementara dalam bahasa Inggris tentu mengandung arti yang berbeda. Seperti dalam kalimat. The metal melted.... dengan the metal melt..... juga teh metal melts.  

Saya sudah mengenalkan kebiasaan menulis pada Sp sejak awal. Terutama untuk menanamkan rasa suka menulis. Tapi sampai saat ini belum maksimal hasilnya. Sp punya blog juga akun di watpad. Masih moody. Sekarang dia lenih suka membuat jurnal dalam buku. Saya ikuti. Meskipun akhirnya dia malah lebih suka beli buku-buku untuk jurnal yang designnya memang beragam. Biasanya kalau sudah beli buku baru dia langsung rajin bikin jurnal harian.

Pada buku yang saya pinjam dari perpustakaan, How to Write a Journal ini, isinya cukup lengkap. Mulai dari menulis tentang diri sendiri, menulis tentang tempat yang dikunjungi, menulis event, perasaan serta opini.

Semuanya dikupas jelas dan terperinci.


How to Write a Journal by Cecilia Minden, PhD


Di bagian penutup, ada saran untuk terus menulis. Dengan menuangkan isi pikiran dan perasaan berupa  jurnal membuat kita menjadi orang yang spesial. Menyimpan jurnal di tempat yang aman dan kita bisa membacanya lgi beberapa tahun kemudian. Dari situ kita bisa merasakan hal yang sama atau berbeda. misanya rasa khawatir yang dulu akan suatu hal, apakah masih tetap membuat kita khawatir saat ini. Kita juga bisa mengingat kejadian-kejadian lucu yang pernah kita alami saat kita masih anak-anak.

Untuk saya pribadi sebagai orang dewasa, suka sekali dengan buku ini. Bahasan dari awal
Hingga akhir. Disampaikan sangat ringan dengan bahasa yang sederhana. Ditutup dengan  nasihat yang super. Disini saya merasa punya amunisi yang tepat untuk menyampaikan betapa blogging itu super keren. Selain kita bisa menuangkan apa yang kita rasakan dan pikirkan, blogging juga tidak memerlukan tempat secara fisik yang terkadang harus repot kalau kita harus pindahan kamar apalagi pindahan rumah.



  ____
Sumber: How to Write a Journal, by Cecilia Minden and Kate Roth. Cherry Lake Publishing



Comments

Popular Posts