Stimulasi Membaca Untuk Anak



Literacy is matter. Literacy is the key.
Whatever the question is, literacy is the answer. (John Trischitti)



Apa itu literasi? Mengapa begitu penting dalam kehidupan ini.  Menurut kamus online Merriam-Webster, Literasi berasal dari istilah latin "literature" dan bahasa Inggris "letter".  Literasi merupakan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Literasi juga mengandung arti kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual.

Sementara menurut UNESCO, pemahaman  orang tentang makna dari literasi akan terpengaruhi oleh penelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai budaya dan pengalaman. Namun secara umum literasi memang tidak bisa dilepaskan dari bahasa.  Seseorang dikatakan mempunyai kemampuan literasi bila dia telah memperoleh kemampuan dasar berbahasa yakni membaca dan menulis.  Dan ini bisa diperoleh melalui pendidikan.  

Kemampuan literasi ini merupakan hak setiap orang dan merupakan dasar untuk belajar sepanjang hayat. Oleh karena itu kemampuan literasi akan sangat mempengaruhi kualitas individu, keluarga dan masyarakat.  

Sayangnya dalam beberapa survey dunia, Indonesia selalu berada pada urutan terbawah tingkat literasi.  Pada tahun 2011 sumber dari UNESCO, posisi Indonesia di 60 dari 61 negara. Sementara menurut survey yang diadakan oleh World Educational PBB posisi Indonesia berada di 69 dari 76 negara.  Data ini akurat sesuai yang diliput oleh CNN Indonesia

John Trischitti seorang tokoh asal Texas yang dinobatkan 2014 Librarian of the year, menyampaikan bahwa literasi akan berpengaruh kuat terhadap perkembangan sosial dan ekonomi dunia di masa mendatang. 

Bahaya dari Illeteracy atau buta huruf akan menjauhkan seseorang dari sukses, mendapatkan upah yang memadai, serta kesehatan yang buruk.  Dan semua ini akan berujung pada kemiskinan. Itulah sebabnya mengapa dia sampaikan betapa pentingnya literasi. Literasi itu kunci. Apapun masalah yang timbul dalam hidup bisa diatasi oleh literasi.

Tidak berbeda jauh dengan apa yang disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pada acara EXPO Pendidikan 2017.  Ada tiga komponen penting dalam proyeksi pendidikan abad 21 ada, yaitu:
  • Karakter/akhlak (moral dan kinerja)
  • Kompetensi 
  • Literasi. Setidaknya mencakup dalam literasi membaca, literasi budaya, literasi keuangan serta literasi teknologi.

Literasi membaca. Bila dulu sudah merasa cukup dengan baca tulis dan menghitung atau calistung, metode yang tidak cocok untuk jaman sekarang. Sayangnya saat ini baik orangtua dan guru masih terpaku dengan sistem menghapal.  Apa yang diraih oleh anak saat ini sudah dikatakan berhasil.  Padahal pendidikan adalah proses pembiasaan.  Jadi hasil yang bisa dinikmati dari pendidikan anak-anak adalah nanti dimasa mendatang.  

Kita ulang dan resapi apa yang disampaikan oleh Anies Baswedan. Bahwa pendidikan adalah proses pembiasaan. Kita sebagai orangtua yang berperan merangsang anak dengan membangunkan rasa ingin tahunya.  

Membuat si anak menikmati proses itu dengan sendirinya, bahkan ketagihan seperti ingin lagi melakukan kegiatan tersebut hingga akhirnya membuat dia menguasai dan mahir.  Pendidikan bukan membentuk. Dalam proses membentuk bisa saja si anak beradaptasi, tapi melakukukannya karena didasari harus karena aturan.  Dan akhirnya seperti terpaksa. Hal ini jauh dari arti mendidik.  

Proses pembiasaan ini akan lengkap dan optimal hasilnya bila terjadi di rumah, sekolah dan lingkungan antara rumah dan sekolah.  Saat ini masih banyak orangtua yang menyerahkan seutuhnya proses pendidikan pada sekolah.  Akhirnya terjadi ketimpangan, dan sia-sia. 

Di rumah kita bisa mengenalkan anak-anak untuk dekat dan akrab dengan buku sejak usia dini.  Mulai dari busy book yang bisa dibuat dari bahan-bahan sederhana yang kita miliki di rumah. Mencampurkan buku atau majalah lama yang sudah tidak terpakai dengan mainan anak-anak.

Bila kita biasa memisahkan jenis mainan anak-anak. Misalnya lego bersatu dengan blok Jenga. Dipisah dengan puzzle dan boneka. Tidak untuk buku. Buku bisa dicampur dengan semua permainan. Jadi setiap saat si anak bisa melihat buku kapan saja saat bermain. Tidak selalu harus buku anak-anak. Dengan majalah kita bisa mengenalkan nama benda dan warna.  Menggunting gambar bersama.  Jauhkan buku-buku yang ingin kita simpan sebagai koleksi.  

Di rumah, alhamdulillah si sulung Sp dalam satu tahun ini menjadi Reading Ambassador di sekolah.  Tugasnya kesehariannya memastikan teman-temannya membaca pada acara silent reading. Acara rutin setiap pagi selama lima belas menit sebelum masuk ruang kelas.  Silent reading dilakukan di hall sekolah, semua siswa dari kelas satu hingga kelas enam.  Bila ada teman yang tidak membawa buku dari rumah untuk acara silent reading. Reading Ambassador bisa mengarahkan siswa tersebut untuk meminjam buku perpustakaan sekolah yang disediakan di drop book corner.  

Saat ini Sp lebih sering meminjam buku dari perpustakaan dibanding beli. Alasan utama selain rumah kita dekat dengan perpustakaan besar dan lengkap, rumah kamipun terbatas untuk bisa menampung koleksi buku. Untuk koleksi saya saat ini lebih ke ebook melalui Kindle, gadget yang ramah pada mata. Hanya beberapa buku terbitan Indonesia saya beli buku fisik. 

Ada yang mengagumkan buat saya ketika saya screening genre bacaan Sp. Saat saya tanya alasannya kenapa dia pilih buku itu. Dia selalu menjawab bahwa dengan membaca buku itu akan menjadi bekal dia nanti. Alur cerita buku dianggap sebagai pengetahuan dan pengalaman imajinasi. Sehingga bisa memilah mana yang harus dilakukan mana yang tidak. Wah...ini sudah masuk kategori literasi membaca. Keterbukaan wawasan. 

Beberapa bulan terakhir Sp lebih suka membaca buku komik Jepang.  Sempat ada rasa khawatir dengan isi ceritanya.  Saya ajak ngobrol sambil memegang komik yang sepintas judulnya tidak terlalu menarik, tapi lebih ke mengkhawatirkan kontennya.  Saya minta Sp menceritakan kembali apa yang sudah dia baca.  Di luar dugaan sangat menarik! Dari judul terlihat seperti cerita roman, ternyata menceritakan tentang anak perempuan yang berhasil keluar dari rasa minder.  Menjadi pribadi yang penuh percaya diri dan pantang menyerah.  

Membaca dan menceritakan kembali.  Ini juga yang saya lakukan dengan Sp dan satu keponakan saya saat melakukan tantangan 10 hari di kelas Bunda Sayang dalam materi ke lima ini.  Saya membentuk semacam book club.  Disitu kita bertiga membaca satu novel.  Setiap orang membaca beda bab.  Satu hari dua bab perorang. Pilihan bab tidak boleh beruntun.  Setelah semuanya membaca, kita bergantian menceritakan kembali apa yang sudah kita baca.  Saat bercerita kita boleh sesekali melihat catatan yang kita buat.  

Seru! Dari satu aktifitas membaca buku kita bisa melakukan dua hal lainnya. Menulis ulang apa yang kita baca secara garis besar. Dan menceritakan kembali.  Bacaan yang tidak dari bab beruntun itu akhirnya lengkap setelah kita bertiga selesai bercerita. Kita seperti sedang menyusun puzzle dalam imajinasi. Setiap hari kita semangat ingin tahu kelanjutan cerita.  Dan saya sengaja memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membuat anak-anak penasaran.  Pohon literasi kamipun rimbun. Setiap satu bab menjadi satu daun. 

Sementara untuk si bungsu, Sn. Hanya antara saya dan dia. Atau sesekali si kaka yang membacakan buku untuk dia. Saat kita pergi ke perpusatakaan, Sn ikut semangat.  Biasanya di lift kita terpisah, Sp masuk ke lantai dua, saya dan Sn ke lantai tiga yang khusus untuk balita. Pernah bawa Sn ke lantai dua, saya dan Sp merasa tidak nyaman, karena suara Sn ceria dan nyaring menganggu suasana. 

Di lantai tiga Sn bisa lebih berekspresi dan suasananya membuat dia betah dan selalu nagih kapan kita pergi ke perpustakaan lagi. Buku favorit Sn adalah tentang binatang. Semua buku yang dilengkapi untuk melatih indera peraba. 

Dalam seminggu ini, dia suka dengan buku cerita tentang petualangan anjing. Sehari bisa minta dibacakan lebih dari 6 kali. Pernah saya skip beberapa halaman, dia tahu dan mengingatkan saya bahwa ada halaman yang terlewat. Haha. 

Disitu timbul ide untuk mengetahui sejauh mana dia memahami cerita pada buku yang saya bacakan. Saya coba meloncat melewati beberapa baris kalimat. Dia juga protes. Dia bilang, “Mami ada yang salah. Disini harusnya ada....” 

Alhamdulillah teliti dan menyimak.  Tidak jarang dia bersikap seakan mampu membaca. Dari mulutnya keluar cerita tentang petualangan si anjing dengan menggunakan kalimat sendiri. Waktunya bagi saya untuk menyusun strategi bagaimana merangsang keinginannya untuk mampu membaca kata-kata sederhana. Bismillah.

  ____

Sumber referensi:
Literasi Sebagai Poros Pendidikan. Insight with Desi Anwar. 9 September 2016. CNN.
Apa sih Literasi itu? Gerakan Literasi Sekolah. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat 2016.
Literacy is the Answer, John Trischitti. TEDxACU. 26 May 2017
Anies Baswedan, EXPO Pendidikan. Jakarta 2017


Comments

Popular Posts