Membincang Rukun Iman dalam Bingkai Wahyu dan Akal 1

Di dinding yang tersebrangi itu segala macam telah dicobanya. Akhirnya Mutlak, Dialah Yang Mahakuasa, Diala puncak dan puncaknya ideal (kata Plato). Dialah Tao, yang tidak dapat diberi nama (kata Lao Tze). Maka insaflah manusia akan kelemahan dirinya dan insaf dari Mahabesarnya Yang Ada itu. Maka menyerahlah dia degan segala rela hati. Penyerahan yang demikian dalam Bahasa Arab dinamai Islam.




Kita mengenal dan mengenalkan rukun iman untuk merawat dan menguatkan agar keimanan tetap bersemayam dalam hati. Dengan pegangan mendasar ini terpaan yang kita hadapi dalam hidup tidak akan terasa berat.

Rukun iman yang pertama, percaya pada Allah. Tauhid adalah pelajaran utama dalam Islam. Mengakui sifat-sifat Allah, Wahdahniyat, Qudrat dan Iradat. 
Saya masih ingat ketika mengikuti kelas Tadabbur Quran yang diberikan oleh ustad di Singapura. Ketika sesi tanya jawab saya mengajukan pertanyaan sedikit melebar dari materi mentadabburi Surat Al fatihah. Bagaimana mengajarkan tauhid kepada anak-anak tanpa yang terjebak dogma. 

PELAJARAN AGAMA ISLAM 1 - Republika PenerbitMengenalkan Kekuasaan dan Keesaan Allah dengan mendekatkan mereka kepada alam. Lalu mereka akan banyak bertanya dengan keterbatasan pemikiran mereka tapi cukup sulit bagi orangtua untuk menjawab tanpa menghentikan munculnya pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Jawab ustad sambil tersenyum, memang susah menghadapi pertanyaan kanak-kanak dalam mengenalkan tauhid kalau pengetahuan kita sendiri kurang luas. Jangankan anak-anak yang dewasa juga banyak sekali yang masih lemah tauhidnya. 

Di buku Pelajaran Agama Islam 1, Membicang Rukun Iman Dalam Bingkai Wahyu dan Akal  karya Prof. Dr. Hamka dikupas tuntas tentang tauhid. Dengan rangkaian bahasa sederhana dan khas sang Doktor sangat memberikan pencerahan. 

Mulai dari pembahasaan Manusia dan Agama, zaman dahulu yang mengagungkan dewa dewi hingga alam filsafat. Buah akal dari para pemikir-pemikir dunia Humerus, Anaximander, Socrates, Plato.  Aristoteles murid Plato memelopori filsafat dengna tujuan hendak mengetahui hakikat daripada Yag Ada itu. Dialah penggerak yang tidak bergerak. Berkembanglah dari zaman ke zaman, dari Yunani ke Romawi, Tiongkok, India dan pelosok lain di dunia. Semua ini karena kekuatan akal manusia. Akhir dari filsafat itu tidak lain dari mengumpulkan berbagai bntuk pikiran, hanya tentang dua soal yaitu ada atau tidak ada. 

Masih dari sudut yang mana mencari Tuhan, setelah mengupas pemikiran para filsuf dunia lalu berlanjut dengan bahasan Agama, Fitrah dan Islam. Menurut Hakma kesan pertama tentang adanya Yang Ada, adalah fitrah jiwa, diakuilah kemurnian dan ketinggian martabat manusia daripada makhluk yang lain. Dia berakal, dan pendapat akal yang mula-mula ialah kepercayaan kepada Yang Gaib. Sebab itu agama manusia yang mula-mula itulah agama fitrah. 

Lebih jauh Hamka menuliskan, setelah manusia menerawang, berpikir, merenung membanding, mengukur, menjangka, pendeknya berfilsafat sampailah dia ke ujung perjalanan.  Di dinding yang tersebrangi itu segala macam telah dicobanya. Akhirnya Mutlak, Dialah Yang Mahakuasa, Dialah puncak dan puncaknya ideal (kata Plato). Dialah Tao, yang tidak dapat diberi nama (kata Lao Tze). Maka insaflah manusia akan kelemahan dirinya dan insaf dari Mahabesarnya Yang Ada itu. Maka menyerahlah dia dengan segala rela hati. Penyerahan yang demikian dalam Bahasa Arab dinamai Islam. 

Kepercayaan yang asli dalam jiwa manusia, yang ada pda setiap orang, yang selama ini tertimbun oleh hawa nafsu. Ditambah dengan kemajuan teknologi yang mempengaruhi kebudayaan secara perlahan mengikis rasa percaya akan Gaib. Tertutup oleh hawa nafsu, hingga menyepelekan ajaran agama. Lalu lahirlah pemikiran "Agama hanyalah untuk kepercayaan bagi orang yang belum mempunyai kecerdasan pikiran dan intelek."

Filsuf dan kepercayaan kepada Tuhan. Mengenal Tuhan adalah asli pada setiap jiwa, memungkiri Tuhan hanyalah paksaan untuk memerkosa batin sendiri.  Dengan bimbingan wahyu Allah akal pikiran akan lurus tidak bercampur aduk dengan prasangka karena pengaruh hawa nafsu. 

Bertambah luasnya ilmu pengetahuan dan hasil penyelidikan manusia pada hakikatnya bukan menjauhkan seseorang dari Tuhan, tapi menambaha terbukanya pintu gerbang. 

Ungkapan "Siapa kenal dirinya, niscaya kenal akan Tuhannya." Ini maksudnya sadar akan diri sendiri, sadar apa yang terjadi pada diri kita lalu megakui kebesaran Allah dengan. Ketika kita fakir kita sadar Allah Maha Kaya, ketika sakit kita tahu Allah Maha Menyembuhkan. Banyak yang menafsirkan ungkapan itu bahwa Allah membelah diri dan masuk dalam jiwa setiap orang.  
  
Selain sadar diri, kita juga bisa mengenal kebesaran Allah dengan melihat keindahan alam. Kita bisa melihat pohon mangga bersampingan tumbuh dengan pohon jambu. Rasa buah mangga tidak tertukar dengan buah jambu, kita ingat Allah. Ketika ombak bergulung tiada henti di pantai, kita ingat Allah. Gunung menjulang kita ingat Allah. Sangat sederhana dan begitu banyak di sekeliling kita yang memperlihatkan kebesaran Allah. Saking banyaknya, saking sederhananya luput dari pemikiran kita. Kita malah merusak ekosistem yang berakibat bencana alam terjadi dimana-mana.

Dengan membaca buku ini terjawab sudah pertanyaan yang senantiasa hadir. Tidak jarang ketika saya memegang buku yang berbau tasawuf beberapa teman ngaji merespons kurang baik. Meskipun ulasan Al Gazali tidak banyak dalam buku ini. Tapi tulisan Hamka di buku yang berseri hingga jilid tiga ini sangat mencerahkan. Mempelajari tasawuf tidak masalah selama dibarangi dengan mentadaburi Al Quran. 

Buku yang saya miliki ini merupakan cetakan kelima, 1 April 2018. Kualitas kertas sangat baik. Sayangnya penerbit tidak melengkapi buku ini dengan catatan akhir, sehingga ketika selesai membaca terasa "udah ya!" Selain itu semuanya baik, sangat baik. 💖 



Pelajaran Agama Islam 1
Membincang Rukun Iman dalam Bingkai Wahyu dan Akal
Penulis: Prof. Dr. Hamka
Penerbit: Republika
Total halaman:188
Image: bukurepublika.id


Comments

Popular Posts