Skip to main content

Growth Mindset



Pertama kali tertarik dengan istilah ini sekitar lima tahun yang lalu ketika mengikuti seminar parenting di sekolah si sulung.

Dari tiga seri Triple P Parenting seminar ini, growth mindset sangat penting dimiliki orangtua. Sehingga saat mendidik dan membersamai anak-anakpun akan lebih sehat.

Memupuk rasa percaya diri pada anak sehingga bisa tumbuh menjadi sosok yang bermental tangguh. Serta tidak kalah penting orangtua tidak akan membandingkan anak dengan temannya. 

Setelah mengenal istilah Growth Mindset  ada seminar tersebut. Saya tertarik untuk menggali lebih lanjut dari berbagai sumber. Sampai saat ini saya memiliki definisi sendiri tentang Growth Mindset pola pikir yang dilandasi oleh rasa percaya diri mampu untuk mengembangkan keahlian ataupun kemampuan tidak terpaku pada bakat semata. 

Carol Dweck dalam tulisannya di Harvard Business Review menyatakan bahwa dalam riset yang dia lakukan para mahasiswa yang merasa puas dan senang dengan hasil pencapaiannya justru akan bertambah termotivasi pada kegiatan lainnya sehingga menjadi lebih produktif. 

Mereka percaya bahwa bakat bisa dikembangkan melalui kerja keras, strategi baik serta menerima masukan dari orang lain akan memiliki growth mindset. Keberhasilan dan pencapaian mereka lebih maju dibanding orang yang bermental fixed mindset. Yaitu orang-orang yang percaya bahwa bakat adalah bawaan lahir semata tidak perlu dilatih. Bagi orang-orang yang memiliki growth mindset  mereka tidak khawatir terlihat kurang pintar, mereka fokus menggunakan energi dan waktunya untuk belajar. 

Banyak perusahaan saat ini menanamkan growth mindset pada para pekerja melalui pelatihan-pelatihan. Hasilnya akan berdampak baik pada perusahaan dengan lahirnya dukungan, kolaborasi dan inovasi yang maksimal. 

Berbanding terbalik ketika satu perusahaan yang mengindahkan growth mindset. Para pekerja yang bermentalitas fixed mindset akan memberi pengaruh kuat dengan timbulnya korupsi, saling ledek antar karyawan dan bahkan tidak menutup kemungkinan adanya racist dalam kenaikan pangkat atau promosi pegawai.    

Dalam riset yang dilakukannya, Carol Dweck sering menemukan kesalahpahaman tentang ide itu terbatas. Berikut tiga contoh yang yang terjadi:

1. Menyamakan growth mindset dengan fleksibel atau open-minded. pendapat ini oleh Carol Dweck disebut false growth mindset. Setiap orang memiliki growth dan fixed mindset, dan terus berkembang. Bila tetap berpikiran demikian maka orang tersebut tidak akan memiliki growth mindset.  

2. Growth mindset itu adalah memuji dan memberi hadiah. Yang tepat adalah menekankan proses belajar, saling bantu dan mencoba strategi baru dalam mencapai tujuan. 

3. Cukup percaya dengan growth mindset, dan segala kebajikan akan terjadi. Memiliki misi adalah hal yang baik. Tapi kita tidak bisa beradu arguementasi dengan nilai-nilai seperti pemberdayaan, pertumbuhan serta inovasi. Bila perusahaan tidak memiliki aturan yang kuat dan berkelanjutan maka yang terjadi adalah janji manis belaka. 
Sementara perusahaan atau organisasi yang mewujudkan growth mindset dalam menangani resiko yang akan muncul maka mereka tahu persis apa yang harus dilakukan sehingga menekan timbulnya resiko yang sudah diperkirakan. Mereka tidak sungkan untuk memberikan hadiah atau reward kepada karyawan yang berhasil memberikan pelajaran dari pengalaman sekalipun tidak mencapai target awal. Mereka akan mengedepankan kolaborasi antar organisasi atau perusahaan daripada berkompetisi. Mereka berkomitmen menumbuhkan nilai growth mindset pada setiap karyawannya dengan aturan yang pasti. 

Sekalipun kita bisa memperbaiki kesalahpahaman tentang pengertian growth mindset, tetap bukan urusan yang mudah untuk memiliki pola pikir baik. Karena di satu sisi kita juga memiliki fixed mindset yang begitu mudah terpicu saat menghadapi tantangan, menerima kritikan atau dibandingkan dengan orang lain. Semua ini bisa membuat kita terjatuh dan merasa tidak aman atau ngeles. Dua hal yang menghalangi masuknya growth mindset.

Perusahaan atau organisasi yang menekankan peran bakat akan menyebabkan orang-orang yang bekeja di dalamnya kesulitan dalam mengembankan growth mindset.

Untuk tetap  berapa di zona tumbuh atau growth mindset, kita harus mengidentifikasikan dan mengaktifkan pemicunya. Banyak manajer dan executives yang belajar dari jebakan yang muncul karena terpengaruh oleh perasaan terancam ataupun juga defensive. Sejalan dengan waktu mereka bisa kembali meraih pola pikir sehat dengan berkolaborasi untuk menghadapi tantangan.***
 





Comments

Popular Posts